Menyongsong Generasi Kebangkitan Islam
Kebangkitan Kaum Muslim : Para sejarawan mencatat berbagai macam kemenangan yang mampu diraih kaum muslimin dalam medan peperangan. Bila dihitung-hitung kembali, dari seluruh catatan peperangan yang dilakukan oleh kaum muslimin dalam melawan musuh, mayoritas dimenangkan oleh kaum muslimin. Mulai dari perang Badar di zaman Rasulullah sallallahu ‘alaihi sallam, hingga berujung pada peperangan Salib di masa Shalahuddin atau penaklukkan konstantinopel di masa Sultan Muhammad al-Fatih.
Memang sudah selayaknya kaum muslimin memperoleh kemenangan. Sebab, dalam banyak ayat al-Qur’an, Allah ta’ala menjanjikan bahwa kemenangan serta kekuasaan di muka bumi ini hanya akan diwariskan kepada orang-orang beriman. Di antaranya Allah ta’ala berfirman:
إِنَّ الْأَرْضَ لِلَّهِ يُورِثُهَا مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ
“….Sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa,” (QS. Al-A’raf: 128)
Jika dicermati lebih dalam maka akan kita dapati bahwa janji kemenangan itu tidak terbatas pada generasi tertentu saja. Demikian juga Allah ta’ala juga tidak menjajikan kemenangan itu hanya kepada umat Islam di wilayah tertentu saja. Namun janji itu menyeluruh diberikan kepada orang-orang beriman. Namun yang Allah batasi di sini hanyalah syarat dan ketentuan bagi siapa saja yang menginginkan kemenangan tersebut. Siapa pun dari generasi umat ini dan di mana pun hidupnya, ketika syarat dan sifat thaifah manshurah (Kelompok yang ditlong oleh Allah) itu diwujudkan maka Allah pasti menurunkan kemenangan kepada mereka.
Maka ketika ada yang bertanya, mengapa umat Islam hari ini belum mampu meraih kemenangan seperti umat-umat terdahulu, maka mungkin saja sifat atau syarat yang Allah tetapkan belum mampu diwujudkan dengan sempurna. Ketika Allah menjanjikan kemenangan bagi umat Islam, Allah menyebutkan berbagai macam sifat dan ciri-ciri generasi yang layak mendapatkan janji tersebut. Secara global, di antara ciri-ciri generasi tersebut ialah:
Pertama, Mentauhidkan Allah dan Tidak Menyekutukan-Nya.
Generasi yang layak mendapatkan kemenangan dari Allah ialah generasi yang menegakkan tauhid dan siap menupas segala macam bentuk penghambaan kepada selain Allah. Dalam Al-Qur’an surat An-Nuur ayat 55, Allah ta’ala nyatakan:
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku…” (QS. An-Nuur; 55)
Kebangkitan Kaum Muslim : Ketika menafsirkan ayat di atas, Ibnu Katsir menuturkan, “Ini merupakan janji dari Allah SWT. kepada Rasul-Nya SAW., bahwa Dia akan menjadikan umatnya sebagai orang-orang yang berkuasa di bumi, yakni menjadi para pemimpin manusia. Dengan mereka, negeri akan menjadi baik dan semua hamba Allah akan tunduk kepada mereka. Dan Allah akan menukar keadaan mereka yang sebelumnya mereka dalam ketakutan, menjadi aman sentosa dan menjadi penguasa atas manusia. Janji itu telah diberikan oleh Allah SWT kepada mereka – segala puji bagi Allah, begitu juga karunianya-. Karena sesungguhnya sebelum Nabi SAW wafat, Allah telah menaklukkan baginya Mekkah, Khaibar, Bahrain, dan semua kawasan Jazirah Arabia serta negeri Yaman seluruhnya. Beliau SAW sempat menarik jizyah dari orang-orang Majusi Hajar dan juga dari para penduduk yang ada di pinggiran negeri Syam (yang berada di dekat negeri Arab).” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/401)
Kemudian Ibnu Katsir menyebutkan berbagai macam kemenangan yang diraih kaum muslimin setelah Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam wafat. Lalu ia menyetir sebuah hadis sahih bahwa Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda:
إِنَّ اللَّهَ زَوَى لِيَ الْأَرْضَ، فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا، وَسَيَبْلُغُ مُلْكُ أُمَّتِي مَا زُوي لِيَ مِنْهَا
“Sesungguhnya Allah menghimpunkan bumi untukku sehingga aku dapat melihat belahan timur dan baratnya. Dan kelak kerajaan umatku akan mencapai batas apa yang dilipatkan untukku itu.” (HR. Abu Dawud)
Kemenangan merupakan janji Allah yang pasti diberikan kepada orang-orang beriman. Dan di penghujung ayat di atas Allah sebutkan di antara ciri-ciri mereka, yaitu selalu meng-esakan Allah dan tidak pernah melakukan kesyirikan.
Kedua, Memiliki Iman yang Jujur dan Amal Shaleh
Allah ta’la berfirman:
وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ
“…Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman.” (QS. Ar-Ruum; 47)
Kebangkitan Kaum Muslim : Ketika iman dan amal shalih mampu dijaga dengan baik, maka Allah akan turunkan kemenangan dan kekuasaan. Sebab, Allah mengaitkan antara kemenangan dengan iman. Namun makna iman di sini bukan hanya sebatas percaya tanpa ada pembuktian. Iman yang dimaksud adalah iman yang sungguh-sungguh menghujam di dalam jiwa. Sebagaimana ungkapan Sayyid Quttub, “Sesungguhnya hakikat iman yang layak mendapatkan janji kemenangan dari Allah adalah iman yang lengkap dan membutuhkan seluruh tenaga manusia untuk mencapainya, menggerakkan semua tujuan hamba kepadanya. Sehingga ketika iman yang seperti itu menancap di dalam hati, maka akan menjadikan seluruh gerakan badan dan kesungguhannya hanya untuk Allah semata. Tidak ada yang ia harapkan kecuali ridha Allah. Senantiasa taat kepada Allah dan tunduk terhadap segala perintahnya, baik yang terlihat kecil maupun besar. Tidak ada unsur hawa nafsu dalam menjalankan ketaatan. Tidak ada syahwat yang dituruti. Dan hatinya tidak condong kecuali sesuai dengan petunjuk Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam.” (Tafsir Fi Dzilali Qur’an, 5/292)